Rabu, 25 Mei 2016

REKSADANA SYARIAH

Studi Ekonomi -
Oleh : Siti Nur Roisah
Jurusan : Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Reksadana pertama kali dikenal pada tahun 1870 di Inggris. Ketika Robert Fleming ditugaskan ke Amerika Serikat oleh pimpinan perusahaan tempat ia bekerja, ia melihat ada investasi baru yang muncul setelah perang saudara. Ketika ia pulang ke Inggris, ia bermaksud membuka investasi baru tersebut tetapi ia tidak punya modal yang cukup untuk membuka usahanya. Masalah ini mendorongnya untuk mengumpulkan uang dari teman-temannya dan kemudian membentuk The Scottish American Investment Trust pada tahun 1873. Perusahaan ini mirip dengan apa yang sekarang dikenal sebagai reksadana tertutup ( Closed-end Fund ).
Reksadana adalah salah satu bentuk investasi kolektif yang memungkinkan bagi investor yang memiliki tujuan investasi sejenis untuk mengumpulkan dananya, agar dapat di investasikan dalam bentuk portofolio oleh manajer investasi. Dalam bahasa Inggris reksadana dikenal dengan sebutan “unit trust”, “mutual fund” atau “investment fund”. Reksadana syariah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1995 oleh National Bank di Saudi Arabia dengan nama Global Trade Equity, kapitalisasi modal US$ 150 juta. Sedangkan di Indonesia Reksadan Syariah pertama kali diperkenalkan pada tahun 1998 oleh PT Danareksa Investment Management, di mana pada waktu itu PT Danareksa mengeluarkan produk berprinsip syariah berjenis dana reksa campuran yang dinamakan Danareksa Syariah Berimbang.[1]     
B.        Rumusan Masalah
1.        Pengertian Reksadana Syariah
2.        karakteristik dan bentuk Reksadana
3.        Jenis-jenis Reksadana
4.        Prinsip-prinsip Reksadana Syariah
5.        Manfaat, keuntungan, dan risiko Reksadana

BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Reksadana Syariah
Reksadana Syariah merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.  Reksadana Syariah dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu, Reksadana Syariah juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Secara istilah Reksadana diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal yang selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Atau pola pengelolaan dana atau modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrument-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini kemudian dikelola oleh manajer investasi ( MI ) ke dalam portofolio investasi baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek / sekuriti lainnya ( Wikipedia Indonesia ).
Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat 27  didefinisikan bahwa Reksadana ( mutual fund ) adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Pada reksadana konvensional, manajemen investasi mengelola dana-dana yang ditempatkannya pada surat berharga dan merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga yang dibukukannya ke dalam “Nilai Aktiva Bersih” ( NAB ) reksadana tersebut. Kekayaan reksadana yang dikelola oleh manajer investasi tersebut wajib untuk disimpan pada Bank Kustodian yang tidak terafiliasi dengan manajer investasi, dimana Bank Kustodian inilah yang akan bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administratur. Setelah kita mengenal reksadana secara umum ( konvensional ), maka beralih secara khusus pada pengertian reksadana syariah. Tidak jauh berbeda dengan pengertian reksadana pada umumnya, reksadana syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan reksadana syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.
Sebenarnya makna umum dari reksadana syariah tidak jauh berbeda dengan reksadana pada umumnya sebagai mana tersebut di atas. Perbedaannya terletak pada operasional, di mana reksadana pada umumnya menggunakan prinsip konvensional, sedangkan reksadana syariah menggunakan ketentuan prinsip syariah. Prinsip syariah di reksadana syariah digunakan dalam bentuk akad antara pemilik modal ( rab al-mal ) dengan manajer investasi ( “amil ), pemilihan dan pelaksanaan transaksi investasi, dan dalam penentuan dan pembagian hasil investasi.
Fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000 mendefinisikan reksaana syariah sebagai reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah islam,baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagian pemilik harta ( shahib al-mal/ rabb al-mal ) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
Jadi, reksadana syariah pada dasarnya adalah Islamisasi reksadana konvensional. Reksadana syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal sebagai pemilik dana ( shahibul mal ) untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh manajer investasi sebagai wakil shahibul mal menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam. Sebenarnya panduan bagi masyarakat muslim untuk berinvestasi pada produk ini sudah diberikan melalui fatwa DSN-MUI No. 20 tahun 2000 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah.[2]
B.       Karakteristik, dan Bentuk-bentuk Reksadana
1.        Karakteristik dalam reksadana syariah
Menurut Adler Haymans Manurung, karakteristik reksadana terdiri dari :
a.    Kumpulan dana dan pemilik, di mana pemilik reksadana adalah berbagai pihak yang menginvestasikan atau memasukkan dananya ke reksadana dengan berbagai variasi.
b.    Diinvestasikan kepada efek yang dikenal dengan instrument investasi.
c.    Reksadana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
d.   Reksadana merupakan instrument investasi jangka menengah dan panjang.
e.    Reksadana merupakan produk investasi yang berisiko.[3]
2.        Bentuk-bentuk dalam reksadana syariah
a.    Reksadana perseroan
Reksadana perseroan adalah perusahaan yang kegiatannya menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana-dana penjualan saham tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar uang dan pasar modal. Perseroan reksadana ini hanya mempunyai dewan direksa dan tidak ada dewan komisarisnya. Sehingga yang melakukan pengawasan terhadap kinerja serta pelaksanaan aturan oleh manajer investasi harus sesuai dengan kontrak yang telah disepakati adalah dewan direksi perseroan reksadana yang bersangkutan.
b.    Reksadana kontrak investasi kolektif
Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif ( KIK ) merupakan instrument penghimpun dana dengan menerbitkan unit penyertaan kepada masyarakat pemodal dan selanjutnya dana tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis investasi baik di pasar modal maupun di pasar uang.
Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif dibentuk antara manajer investasi dengan bank kustodian. Manajer investasi bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola portofolio reksadana. Sedangkan bank kustodian bertugas dan bertanggung jawab dalam pengadministrasian dan penyimpanan kekayaan reksadana.[4] 
C.       Jenis-jenis Reksadana Syariah
Jenis-jenis reksadana ditinjau dari segi sifatnya ada tiga yaitu :
1.        Open end-Fund
Biasa dikenal di Indonesia dengan sebutan reksadana terbuka. Reksadana terbuka berarti reksadana memberi kemungkinan bagi investor untuk membeli saham atau unit penyertaan dari reksadana dan dapat menjual kembali kepada reksadana tanpa dibatasi berapa banyak jumlah saham atau unit penyertaan yang diterbitkan.
Saham atau unit penyertaan yang diterbitkan oleh reksadana terbuka ini dijual berdasarkan Net Asset Value ( NAV ) atau NAB ( Nilai Aktiva Bersih ). NAV yang pertama kali ditentukan adalah sebesar Rp. 1.000 per saham. Kemudian selanjutnya NAV harus dihitung setiap hari dan diumumkan secara luas sehingga transaksi selanjutnya menggunakan NAV yang dihitung pada akhir hari tersebut. Rumus perhitungan NAV adalah :
NAVn  =  NAVn-1 + NCIN
NAVn    = Net Asset Value baru ( yang ke n )
NAVn-1 = Net Asset Value sebelumnya ( yang ke n-1 )
NCIN     = Net Changein  NAV ( perubahan bersih NAV )
Adapun untuk menghitung Net Change in NAV digunakan rumus sebagai berikut :
NCIN = NII – DI – NCG - CGD
NCIN     = Net Change in NAV
NII         = Net Investment Income
DI           = Divident Income
NCG      = Net Capital Gain
CGD      = Capital Gan Distribution
2.        Closed end-Fund
Reksadana yang tidak dapat membeli kembali saham-saham yang telah dijual kepada investor. Artinya, pemegang saham tidak dapat menjual kembali sahamnya kepada manajer investasi. Apabila pemilik saham hendak menjual sahamnya, maka harus dilakukan melalui bursa efek tempat saham reksadana tersebut dicatatkan.
Harga dari saham reksadana tertutup bias berubah-ubah  karena dipengaruhi kekuatan permintaan dan penawaran, sama halnya dengan fluktuasi harga saham perusahaan publik lainnya. Harga pasar tersebut tidak selalu sama dengan NAB per sahamnya. Adakalanya lebih besar dari NAB per saham ( disebut at premium ) atau lebih kecil dari NAB per sahamnya ( disebut at discount ).
Berikut ini rumus untuk menghitung premium atau  discount saham reksadana tertutup :
Premium : Ps – NAV
      NAV
Ps        = Harga Pasar Saham Perdana
NAV   = Net Asset Value persaham reksadana
3.        Unit Investment Trust
Suatu perusahaan dibidang investasi yang membeli portofolio efek ( berdasarkan pada perjanjian Trust Indenture ) dengan menggunakan kumpulan dana ( harta kekayaan ) dari pemegang saham atau unit penyertaan.
Unit penyertaan reksadana pertama kali ditawarkan dengan harga yang sama dengan harga Rp. 1.000 sama dengan nilai aktiva bersih awal yaitu Rp. 1.000 per unit penyertaan dan biasanya ditentukan besarnya investasi minimum untuk pertama kali.
Rumus untuk menghitung banyaknya unit penyertaan adalah sebagai berikut :
UP = Investment
      NAV ( 1 + Fee )
UP                   = Banyaknya unit penyertaan
Investment      = Uang  yang akan diinvestasikan
Fee                  = Biaya transaksi penjualan
NAV               = Nilai aktiva bersih reksadana[5] 
Adapun dilihat dari portofolio investasinya, reksadana syariah dapat dibedakan menjadi :
1.        Reksadana syariah pasar uang
Reksadana yang investasinya ditanam pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo yang kurang dari satu tahun.
2.        Reksadana syariah pendapatan tetap
Reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari dana yang dikelola ( aktivanya ) dalam bentuk efek bersifat utang.
3.        Reksadana syariah campuran
Investasi pada saham syariah, sukuk dan/atau instrument pasar uang syariah dalam negeri yang masing-masing tidak melebihi 79% dari nilai aktiva bersih, dimana dalam portofolio reksadana syariah tersebut wajib tedapat saham.
4.        Reksadana syariah saham
Reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari dana yang dikelolanya dalam efek bersifat ekuitas.
5.        Reksadana syariah terproteksi
Investasi pada sukuk, instrument pasar uang syariah dan efek syariah lain yang masuk dalam kategori layak investasi ( Investment Grade ). Reksadana syariah terproteksi memberikan proteksi atas investasi awal melalui mekanisme pengelolaan portofolionya pada saat jatuh tempo.  
6.        Reksadana syariah indeks
Portofolio efeknya terdiri atas efek yang menjadi bagian dari suatu indeks yang menjadi acuannya. Sekurang-kurangnya 80% dari Nilai Aktiva Bersih diinvestasikan pada Efek yang merupakan bagian dari kumpulan Efek yang ada dalam indeks tersebut dengan pembobotan  masing-masing Efek dalam reksadana syariah indeks tersebut antara 80% sampai 120%.
7.        Reksadana syariah ETF ( Exchange Traded Fund )
Reksadana syariah yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek.[6]
Dilihat dari tujuan investasinya, reksadana dapat dibedakan menjadi :
1.        Growth Fund
Reksadana yang menekankan pada upaya mengejar pertmbuhan nilai dana. Reksadana jenis ini biasanya mengalokasikan dananya pada saham.
2.        Income Fund
Reksadana yang mengutamakan pendapatan konstan. Reksadana jenis ini mengalokasikan dananya pada surat utang atau obligasi.
3.        Safety Fund
Reksadana yang lebih mengutamakan keamanan dari pada pertumbuhan. Reksadana jenis ini umumnya mengalokasikan dananya di pasar uang, seperti deposito berjangka, sertifikat deposito, dan surat utang jangka pendek.[7]
D.       Prinsip Reksadana Syariah
1.        Bukan mencari keuntunga sebanyak-banyaknya
reksadana syariah tujuan investasinya tidak semata-mata sekedar mencari return yang tinggi. Manajer investasi suatu dana syariah tidak hanya melakukan maksimalisasi kesejahteraan pemilik modal, tapi juga memastikan bahwa portofolio yang dimiliki tetap berada dalam dominan investasi yang diinginkan klien (investor).
2.        Adanya proses screening (penyaringan)
Dalam proses manajemen portofolio, reksa dana syariah harus lebih dulu melalui screening sebagai bagian dari proses alokasi asset. Reksadana syariah hanya dibolehkan melakukan penempatan pada saham-saham dan instrumen-instrumen lain yang dinyatakan halal oleh Dewan Pengawas Syariah dan dengan berdasarkan Jakarta Islamik Indeks. Hal ini akan berdampak pada alokasi dan komposisi asset dalam portofolionya.
3.        Adanya proses cleansing (purification)
Proses ini dimaksudkan untuk membersihkan aset-aset yang tidak halal, baik dengan mengeluarkan zakat atau pengeluaran amal lainnya.
4.        Proses valuation saham
Dalam operasional manajemen portofolio, yang harus diperhatikan adalah proses valuation saham. Keguanaan konvensional membolehkan adanya risk free interest yang tentunya tidak bias dibenarkan secara syariah.
5.        Pengawasan yang lebih selektif
Selain dari Bapepam sebagai pengawas pasar modal syariah dalam seluruh kegiatan operasionalnya agar tetap berada dalam ketentuan syariah yang berlaku.
6.        Adanya Jakarta Islamik Indeks (JII)
Berguna sebagai tolak ukur bagi investasi berdasarkan syariah dipasar modal selain dari indeks-indeks yang lain yang ada di Bursa Efek Jakarta.
7.        Investasi pada perusahaan prodak halal
Dalam penempatan dananya reksa dana syariah tidak boleh menempatkan dananya pada emiten yang menjalankan usahanya pda hal-hal yang melanggar syariah seperti alcohol, makanan haram dan sebegainya.[8]
E.       Manfaat, keuntungan, dan risiko Reksadana
1.        Manfaat reksadana syariah
Ada beberapa manfaat yang diperoleh yang dapat diambil oleh investor apabila berinvestasi pada reksadana antara lain :
a.    Dapat mendiversifikasi portofolio secara cepat ( instant diversification ).
b.    Keluwesan untuk menukarkan ke jenis portofolio investasi lainnya dalam satu grup reksadana ( flexibility ) atau diperjualbelikan pada penerbitnya pada nilai asset bersihnya setiap saat ( liquidity ).
c.    Kecepatan dalam proses penjualan dan pembelian ( marketability ) .
d.   Manajemen professional yang mendapatkan izin otoritas bursa ( profesionality ).
e.    Banyaknya pilihan dari beragamnya investasi usaha reksadana yang kini mulai tumbuh pesat.
Sedangkan manfaat lain dari reksadana sebagai berikut :
a.    Peningkatan buying power, melalui reksadana buying power meningkat dibanding investasi secara individu.
b.    Keterbukaan investasi, pengelola reksadana memberikan informasi yang transparan kepada nasabah mengenai semua aspek investasi, risiko portofolio, dan biaya-biaya transparan.
c.    Manfaat perlindungan investor, melalui peraturan yang telah dikeluarkan oleh BAPEPAM, di antaranya mengatur tentang transaksi pada suatu jenis saham maksimal 5% dari total modal di sector investasi.[9]
2.        Keuntungan dari reksdana syariah
Pada dasarnya setiap individu yang berinvestasi di pasar modal selalu ingin mendapatkan keuntungan dalam investasinya. Kehadiran reksadana dalam pasar modal cukup menarik perhatian para investor karena ada beberapa keuntungan yang diberikan kepada investor. Gunawan Widjaja dan Almira Prajna Ramaniya ( 2006 : 16-22 ), menjelaskan beberapa keuntungan investasi di reksadana antara lain adalah :
a.    Diversifikasi investasi dan penyebaran risiko
Dana yang dikelola oleh reksadana cukup besar sehingga memberikan kesempatan bagi pengelola untuk mendiversifikasi investasinya ke berbagai jenis Efek atau media investasi lainnya. jadi, sasaran investasinya tidak tergantung pada satu atau beberapa instrument saja, sehingga hal ini sekaligus juga merupakan upaya penyebaran risko.
b.    Biaya rendah
Reksadana dikelola secara profesional, sehingga akan menciptakan efisiensi dalam pengelolaan. Biaya yang dikeluarkan relative kecil bila dibandingkan jika seorang investor mengelola sendiri dananya, misalkan dalam komisi transaksi akan relatif besar, dan biaya untuk mendapatkan informasi juga akan lebih besar.
c.    Harga
Harga pada saham dan atas unit penyertaan reksadana tidak begitu terpengaruh dengan harga di bursa. Apabila harga saham dibursa mengalami penurunan secara umum, maka manajer investasi akan beralih ke media investasi lain, misalnya pasar uang. Oleh karena itu, secara fleksibel manajemen investasi dapat mengalihkan dananya pada sektor-sektor yang lebih menguntungkan. 
d.   Dapat dimonitor secara rutin
Pemegang saham dan atas unit penyertaan reksadana dapat memonitor perkembangan harga sahamnya secara rutin. Karena setiap hari reksdana akan mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (Net Asset Value-NAV ) melalui surat kabar. Nilai Aktiva Bersih per saham dan atas unit penyertaan yang beredar pada saat itu.
e.    Pengelolaan portofolio yang profesional
Kemampuan investor kecil dalam mengakses informasi pasar dan kemampuan menganalisis saham secara baik sangat terbatas. Belum lagi sentiment pasar yang sering mempengaruhi naik/turunnya harga Efek yang menjadi dasar penerbitan reksadana tanpa dasar fundamental yang jelas. Manajer investasi yang mengelola portofolio Efek dalam RD mempunyai akses informasi ke pasar melalui banya sumber sehingga bisa mengambil keputusan yang lebih akurat.[10]
3.        Selain manfaat dan keuntungan yang dapat diberikan kepada investor dalam investasi pada reksadana, juga ada beberapa resiko yang akan mendatangkan kerugian bagi para investor tersebut. Karena, dalam melakukan setiap investasi akan selalu timbul risiko kerugian. Walaupun sudah melakukan strategi diversifikasi portofolio investasi dengan cara menyebarkan resiko secara seimbang, investasi di reksadana tetap menimbulkan potensi resiko kerugian.
Resiko-resiko tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Resiko menurunnya nilai aktiva bersih / net asset value unit penyertaan
Resiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek ( saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya ) yang menjadi bagian dari portofolio reksadana di bursa yang mengakibatkan menurunnya nilai unit penyertaan. 
b.    Resiko likuiditas
Resiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali ( redemption ) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.
c.    Resiko pasar
Resiko pasar adalah situasi ketika harga instrument investasi mengalami penurunan yang disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar saham atau pasar obligasi secara drastis. Keadaan ini biasa disebut dengan kondisi bearish. Resiko pasar yang terjadi secara tidak langsung akan mengakibatkan Nilai aktiva bersih ( NAB ) yang ada pada unit penyertaan reksadana akan turut mengalami penurunan.
d.   Resiko wanprestasi
Resiko ini merupakan resiko terburuk, di mana resiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksadana tidak segera mengganti ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan reksadana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB ( nilai aktiva bersih ) reksadana.
e.    Resiko default
Jenis resiko default ini merupakan kategori resiko yang paling fatal. Resiko default terjadi, misalnya jika pihak manajer investasi membeli obligasi yang Emitennya mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar bunga atau pokok obligasi tersebut.
Untuk menghindari resiko ini, pihak manajer investasi biasanya melakukan seleksi peringkat ( rating ) obligasi yang layak dijadikan portofolio investasi reksadana  mereka. Seleksi ini akan menhasilkan daftar jenis obligasi yang masuk dalam peringkat “investment grade” dan layak dijadikan portofolio reksadana.[11]   
   


BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa reksadana syariah pada dasarnya adalah Islamisasi reksadana konvensional. Reksadana syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal sebagai pemilik dana ( shahibul mal ) untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh manajer investasi sebagai wakil shahibul mal menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam. Dengan berbagai karakteristik dan juga bentuk dari reksadana syariah, berbagai jenis reksadana syariah seperti Open end-Fund, Closed end-Fund dan Unit Investment Trust. dilihat dari portofolio investasinya, reksadana syariah dapat dibedakan menjadi : a.) Reksadana syariah pasar uang b.) Reksadana syariah pendapatan tetap c.) Reksadana syariah campuran d.) Reksadana syariah saham e.) Reksadana syariah terproteksi f.) Reksadana syariah indeks g.) Reksadana syariah ETF ( Exchange Traded Fund ). Dilihat dari tujuan investasinya ada Growth Fund, Income Fund dan Safety Fund.
Reksadana syariah menggunakan prinsip : a.) bukan mencari keuntunga sebanyak-banyaknya b.) adanya proses screening (penyaringan) c.) adanya proses cleansing (purification) d.) proses valuation saham e.) pengawasan yang lebih selektif f.) adanya Jakarta Islamik Indeks (JII) g.) investasi pada perusahaan prodak halal. Dengan berbagai manfaat dan keuntungan dalam reksadana syariah, ada juga resiko di dalamnya, seperti, resiko menurunnya nilai aktiva bersih / net asset value unit penyertaan, resiko likuiditas, resiko pasar, resiko wanprestasi dan resiko default.





[1] Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009, Hlm. 150.
[2] Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syariah, Bandung : Alfabeta, 2010, Hlm. 139-141.
[3] Adler Haymans Manurung, Reksa Dana Investasiku, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2008, Hlm. 2-6.
[4] Abdul Manan,..., Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009, Hlm. 154-156.
[5] Abdul Aziz,…, Bandung : Alfabeta, 2010, Hlm. 144-148.
[6] Otoritas Jasa Keuangan, Pasar Modal Syariah Reksa Dana Syariah, Hlm. 6.
[7] Abdul Manan,…, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009, Hlm.159.
[9] Abdul Manan,…, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009, Hlm. 160.
[10] Abdul Aziz,…, Bandung : Alfabeta, 2010, Hlm. 152-153.
[11] Ibid., Hlm. 154

Tidak ada komentar: