Jumat, 27 Mei 2016

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

Studi Ekonomi -

KONSEP DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

PENDAHULUAN
            A.    Latar Belakang
Proses akuntansi, yang dimulai dari identifikasi kejadian dan transaksi hingga penyajian dalam laporan keuangan, memerlukan sebuah kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kerangka dasar atau kerangka konseptual akuntansi, adalah suatu system yang melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang konsisten dan terdiri atas sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan. Kerangka konseptual diperlukan agar dihasilkan standard an aturan yang koheren, yang disusun atas dasar yang sama sehingga menambah pengertiaan dan kepercayaan para pengguna laporan keuangan, serta dapat dibandingkan di antara perusahaan yang berbeda atau periode yang berbeda. Selain itu, kerangka konseptual juga dapat digunakan untuk mencari solusi atas berbagai masalah praktis yang muncul sesuai dengan berkembangnya kompleksitas bisnis dan lingkungan.
Telah banyak peneliti di bidang akuntansi, baik muslim maupun non muslim yang menelaah teori maupun penelitian tentang tujuan maupun kerangka dasar atas laporan keuangan syariah. Misalnya, AAOIFI (Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions), sebagai organisasi yang mengembangkan akuntansi dan auditing bagi lembaga keuangan syariah di tingkat dunia, telah mengeluarkan pernyataan akuntansi No. 1 dan No. 2 tentang tujuan akuntansi keuangan dan konsep akuntansi keuangan untuk bank dan lembaga keuangan syariah. Sementara itu, dewan standar akuntansi Indonesia (DSAK) menyusun PSAK syariah tentang kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah.   
          B.     Rumusan Masalah
1.      Apa tujuan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan?
2.      Siapa pemakai dan kebutuhan informasi laporan keuangan?
3.      Bagaimana paradigma transaksi syariah?
4.      Apa saja asas-asas transaksi syariah?
5.      Bagaimana karakteristik transaksi syariah?
6.      Apa tujuan laporan keuangan?
7.      Bagaimana bentuk laporan keuangan?
8.      Bagaimana pengakuan dan pengukuran unsur laporan keuangan?
9.      Apa saja kendala informasi yang relevan dan Andal?
10.  Apa saja asumsi dasar laporan keuangan?
11.  Apa karakteristik kualitatif laporan keuangan?
12.  Apa saja unsur-unsur laporan keuangan?
13.  Bagaimana bentuk Laporan Keuangan Bank Syariah (PSAK 101)?

PEMBAHASAN
A.    Tujuan Kerangka Dasar
Kerangka dasar menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) syariah menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor public maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah :
1.    Bagi penyusun standar akuntansi syariah, dalam pelaksanaan tugasnya
2.    Bagi penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang  belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah
3.    Bagi auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum
4.    Bagi para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.
Kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk tujuan umum (general purposes financial statements), termasuk laporan keuangan konsolidasi. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pemakai. Beberapa di antara pemakai memerlukan dan berhak untuk memperoleh informasi tambahan di samping yang tercakup dalam laporan keuangan. Namun demikian, banyk pemakai sangat tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dan karena itu laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna.[1]    
B.    Pemakai dan kebutuhan informasi
1.    Investor
Investor berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Investor juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas syariah untuk membayar dividen.
2.    Pemilik dana qardh
Pemberi dana qardh tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
3.    Pemilik dana syirkah temporer
Pemilik dana syirkah temporer yang berkepentingan akan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasi dengan tingkat keuntungan yang bersaing dan aman.
4.    Pemilik dana titipan
Pemilik dana titipan tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap saat.
5.    Pengawas syariah
Pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang kepatuhan pengelola entitas syariah akan prinsip syariah.
6.    Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf
Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf serta mereka yang berkepentingan akan informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut.
7.    Pemasok dan mitra usaha lainnya
Pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Mitra usaha berkepentingan pada entitas syariah dalam tenggang waktu yang lebih pendek dari pada pemberi pinjaman qardh kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup entitas syariah.
8.    Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas entitas syariah. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk meniai kemampuan entitas syariah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.
9.    Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup entitas syariah, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada, entitas syariah.
10.     Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas entitas syariah, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
11.   Masyarakat
Entitas syariah mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Entitas syariah dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran entitas syariah serta rangkaian aktivitasnya.[2]
C.    Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah didasarkan pada paradigma  dasar bahwa alam semesta dan seisinya diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah ( kepercayaan Ilahi ) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual ( al-falah ). Substansinya adalah bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlaq sebagai parameter baik dan buruk,benar dan salahnya aktivitas usaha. Cara ini akan membentuk integritas yang pada akhirnya membentuk karakter tata kelola yang baik ( good governance ) dan disiplin pasar ( market discipline ) yang baik.
Syariah merupakan ketentuan hukum islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan dengan sesame makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah ( transaksi syariah ) mengikat secara hokum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.[3]  
D.    Asas Transaksi Syariah
Berdasarkan KDPPLKS ( kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah ) diatur tentang asas transaksi syariah yang pada dasarnya menganut prinsip :
1.    Persaudaraan ( ukhuwah ), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan diatas kerugian orang lain.
2.    Keadilan ( ‘adalah ), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah adalah melarang adanya unsur :
a.    Riba / bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl. Riba sendiri diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, atau transaksi antar barang, termasuk peraturan utang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
b.    Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Kezaliman diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai tempatnya atau posisinya.
c.    Judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitas ( maysir ).
d.   Unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad, seperti : ketidakpastian penyerahan objek akad, tidak ada kepastian kriteria kualitas, kuantitas, harga objek akad, atau eksploitasi karena salah satu pihak tidak mengerti perjanjian ini ( gharar ).
e.    Haram atau segala unsur haram yag dilarang tegas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik  dalam barang / jasa ataupun aktivitas operasional terkait.
3.    Kemaslahatan ( maslahah ), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
4.    Keseimbangan ( tawazun ), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya memperhatikan kepentingan pemilik semata tetapi memperhatikan semua pihak sehingga dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
5.    Universalisme ( syumuliah ), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan sesuai dengan semangat kerahmatan semesta ( rahmatan lil alamin ).[4]  
E.    Karakteristik Transaksi Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan azas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut: (KDPPLKS 2007):
1.    Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2.    Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3.    Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas;
4.    Tidak mengandung unsur riba, kezaliman, maysir, gharar, dan haram.
5.    Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi ( no gain without acommpanying risk);
6.    Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;
7.    Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ikhtikar); dan
8.    Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang bersifat non komersial.[5]
F.     Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu tujuan lainnya adalah:
1.    Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha;
2.    Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan penggunaannya;
3.    Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tinggkat keuntungan yang layak; dan
4.    Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer: dan informasi mengenahi pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, shodaqah, dan wakaf.[6]
G.   Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas :
1.    Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca.
2.    Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi.
3.    Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, asset likuid atau kas.
4.    Informasi lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas syariah.
5.    Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang memengaruhi entitas.[7]  
            H.    Pengakuan dan Pengukuran
1.      Pengakuan dan pengukuran
a.      Pengakuan (recognition)
Merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan yanga dikemukakan dalam neraca atau laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun daam jumlah uang dan mencantumkannya kedalam neraca atau laba rugi.
b.      Profitabilitas manfaat ekonomi masa depan
Konsep profitabilitas digunakan dalam pengertian derajat ketidakpastian bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos  akan mengalir dari atau kedalam entitas syariah.
c.       Keandalan pengukuran
Kriteria pengakuan selanjutnya adalah ada tidaknya biaya atau nilai yang dapat diukur dengan tingkat keandalan tertentu (reliable). Pada banyak kasus, biaya atau nilai harus diestimasi; penggunaan estimasi yang layak merupakan bagian essensial dalam penyusunan laporan keuangan tanpa mengurangi tingkat keandalan.
d.      Pengakuan aset
Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya dimasa depan diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Sedangkan aset tidak diakui dalam neraca kalau pengeluaran telah terjadi dan menfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir kedalam entitas syariah setelah periode akuntansi berjalan.
e.       Pengakuan kewajiban
Kewajiban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.
f.       Pengakuan dana syirkah temporer
Pengakuannya dalam neraca hanya dapat dilakukan jika entitas syariah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan diukur dengan andal.
g.      Pengakuan penghasilan
Diakui dalam laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi dimasa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset / penurunan kewajiban telah terjadi.
h.      Pengakuan beban
Diakui dalam laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset/ peningkatan kewajiban telah terjadi.
2.      Pengukuran, adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Dasar-dasar pengukuran sbb: Biaya historis, biaya kini (current cost), nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value).[8]
I.       Asumsi Dasar
1.    Dasar akrual
Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian ( dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar ) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Namun, dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto ( gross profit ).   
2.    Kelangsungan usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.[9]    
            J.      Kendala informasi yang relevan dan handal
1.      Tepat waktu
2.      Keseimbangan antara biaya dan manfaat
3.      Keseimbangan diantara karakteristik kualitatif
4.      Studi kritis exposure draft PSAK syariah 2007: bukan sekar “ganti baju”.[10]
K.   Karakteristik kualitatif laporan keuangan
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu :
1.    Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai.
2.    Relevan
Agar bermanfaat, infomasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.
3.    Keandalan
Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan.
4.    Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan ( trend ) posisi dan kinerja keuangan.[11]
L.    Unsur-unsur Laporan Keuangan
1.    Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas:
a.    Laporan Posisi Keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah asset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Persamaan akuntansi menjadi:
Aset = Kewajiban + Dana Syirkah Temporer + Ekuitas.
Definisi dari keterangan di atas adalah sebagai berikut:
1.) Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan memperoleh entitas syariah. Entitas syariah biasanya menggunakan asset utuk memproduksi barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keperluan pelanggan. Asset entitas syariah berasal dari transaksi atau peristiwa lain yang terjadi di masa lalu, yang biasanya memperoleh asset melalui pembelian atau produksi sendiri.
2.) Kewajiban merupakan hutang entitas syariah yang terjadi karena adanya transaksi yang belum lunas, penyelesaian diharapkan dapat menyelesaikan hutang ini. Kewajiban (liabilitas) dapat juga berbentuk surat hutang (obligasi).
3.) Dana Syirkah Temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi. Contoh dana syirkah temporer adalah penerimaan dana dari investasi mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, musyarakah dan akun lain yang sejenis. Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban. Hal ini karena entitas syariah tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian untuk mengambil jumlah dana awal dari pemilik dana kecuali akibat kelalaian entitas syariah. Di sisi lain, juga tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo dan pemilik dana tidak mempunyai hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham.
4.) Ekuitas adalah hak residual atas asset entitas syariah setelah di kurangi semua kewajuban dan dana syirkah temporer.
b. Laporan Laba Rugi.
Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi atau penghasilan per saham. Unsure yang langsung berkaitan dengan pengukuran laba adalah penghasilan dan beban. Penghasilan dan beban dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.) Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Pendapatan juga biasa dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa, bagi hasil, deviden, royalty dan sewa.
2.) Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya asset selama terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
3.) Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan.
2. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
3. komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.[12]
            M.   Laporan keuangan Bank Syariah ( PSAK 101 )
            Laporan keuangan bank syariah terdiri atas:
1.      Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya, yang dilaporkan dalam:
a.       Laporan posisi keuangan (Neraca)
b.      Laporan laba rugi
c.       Laporan arus kas
d.      Laporan perubahan ekuitas
2.      Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihak-pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
3.      Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah sebagai pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah, yang dilaporkan dalam:
a.       Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan shodaqah
b.      Laporan sumber dan penggunaan dana qardul hasan.[13]

PENUTUP
            A.    Kesimpulan
KDPPLKS merupakan penyempurnaan dari kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan (KDPPLK) Bank Syariah (2002). Kerangka dasar yang diatur dalam KDPPLKS berlaku sebagai dasar perlakuan akuntansi untuk transaksi syariah, baik yang dilakukan oleh entitas syariah maupun konvensional. Sistematika penulisan KDPPLKS berbeda dengan KDPPLK bank syariah (2002). Pada bagian pendahuluan dilakukan penyempurnaan khususnya mengenai pemakai dan kebutuhan informasi, paradigma transaksi syariah, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah. Tujuan laporan keuangan terkait dengan pemberian informasi dan peningkatan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah serta pemenuhan kewajiban fungsi sosial  entitas syariah. Asumsi dasar diatur dengan dasar akrual dan kelangsungan usaha serta penentuan bagi hasil berdasarkan dasar kas.
Kendala informasi yang relevan dan handal meliputi: Tepat waktu, Keseimbangan antara biaya dan manfaat, Keseimbangan diantara karakteristik kualitatif, dan Studi kritis exposure draft PSAK syariah 2007: bukan sekar “ganti baju”. Unsur-unsur laporan keuangan mengatur tentang : komponen laporan keuangan entitas syariah, unsur neraca entitas syariah, dan unsur kinerja. Pada bagian pengukuran unsur mengatur tentang biaya historis, biaya kini dan nilai relaisasi atau penyelesaian.




[1] Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, Jakarta: Akademia Permata, 2012, Hlm. 95-96.
[2] Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 97.
[3] Kautsar Riza Salman, Jakarta: Akademia Permata, 2012, Hlm. 98.

[4] Sri Nurhayati Wasilah,  Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 97-98.

[5] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan syariah:  Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, Jakarta : P3EI Press, 2008, Hlm. 85-86.
[6] Ibid., Hlm. 86.
[7] Sri Nurhayati Wasilah,  Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 99-100.
[8] Rifqi Muhammad, Jakarta : P3EI Press, 2008, Hlm. 96-100.
[9] Sri Nurhayati Wasilah,  Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 100.

[10] Rifqi Muhammad, Jakarta : P3EI Press, 2008, Hlm. 96-100.
[11] Sri Nurhayati Wasilah,  Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 100.
[12] Rifqi Muhammad, Jakarta : P3EI Press, 2008, Hlm. 90-96.
[13] Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2005, Hlm. 198.

Tidak ada komentar: