PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Proses akuntansi, yang dimulai dari
identifikasi kejadian dan transaksi hingga penyajian dalam laporan keuangan,
memerlukan sebuah kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Kerangka dasar atau kerangka konseptual akuntansi, adalah suatu system yang
melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang
konsisten dan terdiri atas sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi keuangan
dan laporan keuangan. Kerangka konseptual diperlukan agar dihasilkan standard
an aturan yang koheren, yang disusun atas dasar yang sama sehingga menambah
pengertiaan dan kepercayaan para pengguna laporan keuangan, serta dapat
dibandingkan di antara perusahaan yang berbeda atau periode yang berbeda.
Selain itu, kerangka konseptual juga dapat digunakan untuk mencari solusi atas
berbagai masalah praktis yang muncul sesuai dengan berkembangnya kompleksitas
bisnis dan lingkungan.
Telah banyak peneliti di bidang akuntansi, baik
muslim maupun non muslim yang menelaah teori maupun penelitian tentang tujuan
maupun kerangka dasar atas laporan keuangan syariah. Misalnya, AAOIFI (Accounting
and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions), sebagai
organisasi yang mengembangkan akuntansi dan auditing bagi lembaga keuangan
syariah di tingkat dunia, telah mengeluarkan pernyataan akuntansi No. 1 dan No.
2 tentang tujuan akuntansi keuangan dan konsep akuntansi keuangan untuk bank
dan lembaga keuangan syariah. Sementara itu, dewan standar akuntansi Indonesia
(DSAK) menyusun PSAK syariah tentang kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan syariah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa tujuan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan?
2. Siapa pemakai dan kebutuhan informasi laporan keuangan?
3. Bagaimana paradigma transaksi
syariah?
4. Apa saja asas-asas transaksi syariah?
5. Bagaimana karakteristik transaksi
syariah?
6. Apa tujuan laporan keuangan?
7. Bagaimana bentuk laporan keuangan?
8. Bagaimana pengakuan dan pengukuran unsur laporan keuangan?
9. Apa saja kendala informasi yang
relevan dan Andal?
10. Apa saja asumsi dasar laporan keuangan?
11. Apa karakteristik kualitatif laporan
keuangan?
12. Apa saja unsur-unsur laporan
keuangan?
13. Bagaimana bentuk Laporan Keuangan Bank Syariah (PSAK 101)?
PEMBAHASAN
A. Tujuan
Kerangka
Dasar
Kerangka
dasar menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) syariah menyajikan
konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para
penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang
dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor public
maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah :
1. Bagi
penyusun standar akuntansi syariah, dalam pelaksanaan tugasnya
2. Bagi
penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah
yang belum diatur dalam standar
akuntansi keuangan syariah
3. Bagi
auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum
4. Bagi
para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.
Kerangka dasar ini membahas laporan
keuangan untuk tujuan umum (general purposes financial statements),
termasuk laporan keuangan konsolidasi. Laporan keuangan disajikan
sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar
pemakai. Beberapa di antara pemakai memerlukan dan berhak untuk memperoleh
informasi tambahan di samping yang tercakup dalam laporan keuangan. Namun
demikian, banyk pemakai sangat tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber
utama informasi keuangan dan karena itu laporan keuangan tersebut seharusnya
disusun dan disajikan dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna.[1]
B. Pemakai
dan kebutuhan informasi
1. Investor
Investor
berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil pengembangan dari
investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu
menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut.
Investor juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan entitas syariah untuk membayar dividen.
2. Pemilik
dana qardh
Pemberi
dana qardh tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
3. Pemilik
dana syirkah temporer
Pemilik
dana syirkah temporer yang berkepentingan akan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasi dengan tingkat
keuntungan yang bersaing dan aman.
4. Pemilik
dana titipan
Pemilik
dana titipan tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap saat.
5. Pengawas
syariah
Pengawas
syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang kepatuhan pengelola
entitas syariah akan prinsip syariah.
6. Pembayar
dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf
Pembayar
dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf serta mereka yang berkepentingan
akan informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut.
7. Pemasok
dan mitra usaha lainnya
Pemasok
dan mitra usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka
untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh
tempo. Mitra usaha berkepentingan pada entitas syariah dalam tenggang waktu
yang lebih pendek dari pada pemberi pinjaman qardh kecuali kalau sebagai
pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup entitas syariah.
8. Karyawan
Karyawan
dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai
stabilitas dan profitabilitas entitas syariah. Mereka juga tertarik dengan
informasi yang memungkinkan mereka untuk meniai kemampuan entitas syariah dalam
memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.
9. Pelanggan
Para
pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup entitas
syariah, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan,
atau tergantung pada, entitas syariah.
10.
Pemerintah
Pemerintah
dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan
alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas entitas
syariah, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik
pendapatan nasional dan statistik lainnya.
11. Masyarakat
Entitas
syariah mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Entitas syariah
dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang
yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan
keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan
(trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran entitas syariah serta rangkaian
aktivitasnya.[2]
C. Paradigma
Transaksi
Syariah
Transaksi
syariah didasarkan pada paradigma dasar
bahwa alam semesta dan seisinya diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (
kepercayaan Ilahi ) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia
untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual ( al-falah
). Substansinya adalah bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki
akuntabilitas dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlaq
sebagai parameter baik dan buruk,benar dan salahnya aktivitas usaha. Cara ini
akan membentuk integritas yang pada akhirnya membentuk karakter tata kelola
yang baik ( good governance ) dan disiplin pasar ( market discipline
) yang baik.
Syariah
merupakan ketentuan hukum
islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan,
baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi
horizontal dengan dengan sesame makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum
dalam kegiatan muamalah ( transaksi syariah ) mengikat secara hokum bagi semua
pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan
norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk
agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.[3]
D. Asas
Transaksi Syariah
Berdasarkan
KDPPLKS ( kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah )
diatur tentang asas transaksi syariah yang pada dasarnya menganut prinsip :
1. Persaudaraan
( ukhuwah ), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi
nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan diatas kerugian orang lain.
2. Keadilan
( ‘adalah ), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang
berhak dan sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan
muamalah adalah melarang adanya unsur :
a. Riba
/ bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl. Riba
sendiri diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan
dalam transaksi pinjam meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai
lainnya, atau transaksi antar barang, termasuk peraturan utang sejenis secara
tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
b. Kezaliman,
baik terhadap diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Kezaliman
diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya,
mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai
tempatnya atau posisinya.
c. Judi
atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitas ( maysir ).
d. Unsur
ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad, seperti : ketidakpastian penyerahan objek akad,
tidak ada kepastian kriteria kualitas, kuantitas, harga objek akad, atau
eksploitasi karena salah satu pihak tidak mengerti perjanjian ini ( gharar ).
e. Haram
atau segala unsur haram yag dilarang tegas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,
baik dalam barang / jasa ataupun
aktivitas operasional terkait.
3. Kemaslahatan
( maslahah ), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
4. Keseimbangan
( tawazun ), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual,
antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara
bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan pelestarian. Transaksi syariah
tidak hanya memperhatikan kepentingan pemilik semata tetapi memperhatikan semua
pihak sehingga dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
5. Universalisme
( syumuliah ), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk
semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta ( rahmatan lil alamin ).[4]
E. Karakteristik
Transaksi
Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai
dengan paradigma dan azas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan
persyaratan sebagai berikut: (KDPPLKS 2007):
1.
Transaksi hanya dilakukan berdasarkan
prinsip saling paham dan saling ridha;
2.
Prinsip kebebasan bertransaksi diakui
sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3.
Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar
dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas;
4.
Tidak mengandung unsur riba, kezaliman,
maysir, gharar, dan haram.
5.
Tidak menganut prinsip nilai waktu
dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam
kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut
sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi ( no gain without acommpanying
risk);
6.
Transaksi dilakukan berdasarkan suatu
perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa
merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda
harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang
berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;
7.
Tidak ada distorsi harga melalui
rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ikhtikar);
dan
8.
Tidak mengandung unsur kolusi dengan
suap menyuap (risywah).
Transaksi syariah dapat
berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang
bersifat non komersial.[5]
F. Tujuan
Laporan
Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu tujuan lainnya
adalah:
1.
Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip
syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha;
2.
Informasi kepatuhan entitas syariah
terhadap prinsip syariah, serta informasi aset kewajiban, pendapatan dan beban
yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan
penggunaannya;
3.
Informasi untuk membantu mengevaluasi
pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan
dana, menginvestasikannya pada tinggkat keuntungan yang layak; dan
4.
Informasi mengenai tingkat keuntungan
investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer: dan
informasi mengenahi pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial
entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, shodaqah,
dan wakaf.[6]
G. Bentuk
Laporan
Keuangan
Laporan
keuangan entitas syariah terdiri atas :
1. Posisi
keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca.
2. Informasi
kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi.
3. Informasi
perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan
definisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, asset likuid
atau kas.
4. Informasi
lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas
syariah.
5. Catatan
dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan
termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang memengaruhi
entitas.[7]
H.
Pengakuan dan Pengukuran
1. Pengakuan dan pengukuran
a. Pengakuan (recognition)
Merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi
definisi unsur serta kriteria pengakuan yanga dikemukakan dalam neraca atau
laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam
kata-kata maupun daam jumlah uang dan mencantumkannya kedalam neraca atau laba
rugi.
b. Profitabilitas manfaat ekonomi masa depan
Konsep profitabilitas digunakan dalam pengertian derajat
ketidakpastian bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos akan mengalir dari atau kedalam entitas
syariah.
c. Keandalan pengukuran
Kriteria pengakuan selanjutnya adalah ada tidaknya biaya
atau nilai yang dapat diukur dengan tingkat keandalan tertentu (reliable).
Pada banyak kasus, biaya atau nilai harus diestimasi; penggunaan estimasi yang
layak merupakan bagian essensial dalam penyusunan laporan keuangan tanpa
mengurangi tingkat keandalan.
d. Pengakuan aset
Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa
manfaat ekonominya dimasa depan diperoleh entitas syariah dan aset tersebut
mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Sedangkan aset tidak
diakui dalam neraca kalau pengeluaran telah terjadi dan menfaat ekonominya
dipandang tidak mungkin mengalir kedalam entitas syariah setelah periode
akuntansi berjalan.
e. Pengakuan kewajiban
Kewajiban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan
bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan
untuk menyelesaikan kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat
diukur dengan andal.
f. Pengakuan dana syirkah temporer
Pengakuannya dalam neraca hanya dapat dilakukan jika
entitas syariah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima
melalui pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi dan jumlah yang
harus diselesaikan diukur dengan andal.
g. Pengakuan penghasilan
Diakui dalam laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi
dimasa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset / penurunan kewajiban telah
terjadi.
h. Pengakuan beban
Diakui dalam laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi
masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset/ peningkatan kewajiban telah
terjadi.
2. Pengukuran, adalah proses penetapan jumlah
uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca
dan laporan laba rugi. Dasar-dasar pengukuran sbb: Biaya historis, biaya kini (current
cost), nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value).[8]
I. Asumsi
Dasar
1. Dasar
akrual
Laporan
keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan
peristiwa lain diakui pada saat kejadian ( dan bukan pada saat kas atau setara
kas diterima atau dibayar ) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta
dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan
keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai
tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas
tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang
merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Namun, dalam
penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar
kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi
hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto ( gross
profit ).
2. Kelangsungan
usaha
Laporan
keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah
yang akan melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi
secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul,
laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang
digunakan harus diungkapkan.[9]
J.
Kendala informasi yang relevan dan handal
1. Tepat waktu
2. Keseimbangan antara biaya dan manfaat
3. Keseimbangan diantara karakteristik kualitatif
4. Studi kritis exposure draft PSAK syariah 2007:
bukan sekar “ganti baju”.[10]
K. Karakteristik
kualitatif laporan keuangan
Karakteristik
kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan
berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu :
1. Dapat
dipahami
Kualitas
penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya
untuk segera dapat dipahami oleh pemakai.
2. Relevan
Agar
bermanfaat, infomasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
proses pengambilan keputusan.
3. Keandalan
Informasi
mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan
maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan.
4. Dapat
dibandingkan
Pemakai
harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode untuk
mengidentifikasi kecenderungan ( trend ) posisi dan kinerja keuangan.[11]
L. Unsur-unsur
Laporan
Keuangan
1. Komponen
laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas:
a. Laporan
Posisi Keuangan
Unsur
yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah asset,
kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Persamaan akuntansi menjadi:
Aset = Kewajiban + Dana Syirkah
Temporer + Ekuitas.
|
Definisi dari
keterangan di atas adalah sebagai berikut:
1.) Aset
adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan
memperoleh entitas syariah. Entitas syariah biasanya menggunakan asset utuk
memproduksi barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keperluan
pelanggan. Asset entitas syariah berasal dari transaksi atau peristiwa lain
yang terjadi di masa lalu, yang biasanya memperoleh asset melalui pembelian
atau produksi sendiri.
2.) Kewajiban
merupakan hutang entitas syariah yang terjadi karena adanya transaksi yang
belum lunas, penyelesaian diharapkan dapat menyelesaikan hutang ini. Kewajiban
(liabilitas) dapat juga berbentuk
surat hutang (obligasi).
3.) Dana
Syirkah Temporer adalah dana yang
diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak
lainnya dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan
menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi. Contoh dana
syirkah temporer adalah penerimaan dana dari investasi mudharabah muthlaqah,
mudharabah muqayyadah, musyarakah dan akun lain yang sejenis. Dana syirkah
temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban. Hal ini karena entitas
syariah tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian untuk mengambil jumlah
dana awal dari pemilik dana kecuali akibat kelalaian entitas syariah. Di sisi
lain, juga tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh
tempo dan pemilik dana tidak mempunyai hak kepemilikan yang sama dengan
pemegang saham.
4.) Ekuitas
adalah hak residual atas asset entitas syariah setelah di kurangi semua
kewajuban dan dana syirkah temporer.
b. Laporan Laba Rugi.
Penghasilan
bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar
bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi atau penghasilan per saham.
Unsure yang langsung berkaitan dengan pengukuran laba adalah penghasilan dan
beban. Penghasilan dan beban dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.) Penghasilan
adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Pendapatan juga biasa
dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa, bagi hasil,
deviden, royalty dan sewa.
2.) Beban
adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk
arus keluar atau berkurangnya asset selama terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal.
3.) Hak
pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil
pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas
syariah dalam suatu periode laporan keuangan.
2. komponen laporan keuangan yang
mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat
serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
3. komponen laporan keuangan lainnya
yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.[12]
M. Laporan
keuangan Bank Syariah ( PSAK 101 )
Laporan keuangan
bank syariah terdiri atas:
1. Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah
sebagai investor beserta hak dan kewajibannya, yang dilaporkan dalam:
a.
Laporan
posisi keuangan (Neraca)
b.
Laporan
laba rugi
c.
Laporan
arus kas
d.
Laporan
perubahan ekuitas
2. Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam
investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihak-pihak
lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam
laporan perubahan dana investasi terikat.
3. Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah
sebagai pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah,
yang dilaporkan dalam:
a. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan
shodaqah
b. Laporan sumber dan penggunaan dana qardul hasan.[13]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
KDPPLKS merupakan penyempurnaan dari kerangka dasar
penyusunan dan penyajian laporan keuangan (KDPPLK) Bank Syariah (2002).
Kerangka dasar yang diatur dalam KDPPLKS berlaku sebagai dasar perlakuan
akuntansi untuk transaksi syariah, baik yang dilakukan oleh entitas syariah
maupun konvensional. Sistematika penulisan KDPPLKS berbeda dengan KDPPLK bank
syariah (2002). Pada bagian pendahuluan dilakukan penyempurnaan khususnya
mengenai pemakai dan kebutuhan informasi, paradigma transaksi syariah, asas
transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah. Tujuan laporan keuangan
terkait dengan pemberian informasi dan peningkatan kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip syariah serta pemenuhan kewajiban fungsi sosial entitas syariah. Asumsi dasar diatur dengan
dasar akrual dan kelangsungan usaha serta penentuan bagi hasil berdasarkan
dasar kas.
Kendala informasi yang relevan dan handal meliputi: Tepat
waktu, Keseimbangan antara biaya dan manfaat, Keseimbangan diantara
karakteristik kualitatif, dan Studi kritis exposure draft PSAK syariah 2007:
bukan sekar “ganti baju”. Unsur-unsur laporan keuangan mengatur tentang :
komponen laporan keuangan entitas syariah, unsur neraca entitas syariah, dan
unsur kinerja. Pada bagian pengukuran unsur mengatur tentang biaya historis, biaya
kini dan nilai relaisasi atau penyelesaian.
[1]
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah
Berbasis PSAK Syariah, Jakarta: Akademia Permata, 2012, Hlm. 95-96.
[2]
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia,
Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 97.
[3]
Kautsar Riza Salman, Jakarta: Akademia Permata, 2012,
Hlm. 98.
[4]
Sri Nurhayati Wasilah,
Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 97-98.
[5]
Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah,
Jakarta : P3EI Press, 2008, Hlm. 85-86.
[7]
Sri Nurhayati Wasilah,
Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 99-100.
[8]
Rifqi Muhammad, Jakarta : P3EI Press, 2008, Hlm. 96-100.
[9]
Sri Nurhayati Wasilah,
Jakarta : Salemba Empat, 2013, Hlm. 100.